Bandung – Selain Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bangsa ini memiliki aneka bahasa daerah. Namun tidak sedikit generasi milenial dan Gen Z, saat ini jarang menggunakan bahasa daerah atau bahasa Ibu. Lalu bagaimana untuk melestarikan bahasa Ibu saat ini?

Penggunaan bahasa sunda bagi generasi milenial dan Gen Z dikenal berkurang karena perkembangan zaman. Banyak di antara pemuda-pemudi saat ini lebih menyukai budaya asing. Tidak ada salahnya menyukai budaya dan bahasa asing, itu juga perlu tetapi melestarikan yang dimiliki bangsa sendiri pun penting.

Lalu bagaimana cara melestarikan bahasa ibu di era sekarang? Orang tua dan lingkungan keluarga pun memiliki peran penting secara internal bagi anak-anak.

Elin, orang tua siswa yang mengikuti Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) mengatakan, banyak faktor yang dapat mendukung anak menyukai bahasa khususnya bahasa Sunda. Bisa dengan mengenalkan lewat percakapan dan pembiasaan di rumah menggunakan bahasa ibu.

“Mengenalkan bahasa Sunda kepada anak sedini mungkin, lingkungan juga menjadi faktor bagaimana anak kita menyukai bahsa dan budaya sunda,” kata Elin disela-sela kegiatan Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) di SMPN 33 Bandung, Kamis (13/10/2022).

Ia meyakinkan, bahwa faktor yang cukup berpengaruh bagi generasi milenial dan Gen Z adalah lingkungan. Bagaimana anak-anak bergaul dan berkomunikasi dengan teman, guru, pedagang, dan masyarakat.

Lingkungan sekolah di Kota Bandung, ada pembiasaan seperti Kemis Nyunda. Tidak hanya berbicara bahasa Sunda melainkan juga budaya lainnya salah satunya mengenakan baju adat yaitu pangsi bagi laki-laki dan kebaya bagi perempuan baik di lingkungan kantor pemerintah maupun sekolah.

Kepala Seksi Kelembagaan dan Peserta Didik SMP Dinas Pendidikan Kota Bandung, Dedi Kusnadi menjelaskan, dengan adanya Festival Tunas Bahasa Ibu menjadi salah satu upaya untuk mengenalkan dan mempertahankan budaya Sunda di era generasi sekarang. Karena di dalamnya ada kegiatan pidato bahasa Sunda, Pupuh, dan lain sebagainya.

“Sasaran dari FTBI ini adalah milenial dan Gen Z, alhamdulillah kalau melihat dari antusiasme para pendaftar kita (banyak) bisa bandingkan dengan lomba-lomba yang lain, lomba ini terbilang banyak pesertanya,” jelas Dedi di SMPN 33 Bandung, Kamis (13/10/2022).

Jika di lihat di lapangan, lanjutnya, banyak penggunaan bahasa campuran dari Bahasa Indonesia, Sunda bahkan asing. Hal ini memang kurang baik namun tidak masalah karena yang terpenting para generasi penerus bisa menggunakan bahasa Sunda.

“Campur-campur dengan Bahasa Indonesia, tidak apa-apa yang terpenting bisa menggunakan bahasa sunda, Itu saja dulu yang terpenting. Dan jika menggunakan bahasa Sunda kasar itu bisa dipelajari dengan pergaulan rekan-rekan yang lebih baik,” ungkapnya.

Namun semua berharap, apa yang dilakukan oleh milenial dan Gen Z itu ke arah yang lebih baik terutama dalam berbahasa. Mengikuti zaman itu bagus namun juga tidak meninggalkan budaya sendiri. *** (fat/irv)

 

Tim Kehumasan Dinas Pendidikan Kota Bandung


Editor: Siti Fatonah